Saturday, May 03, 2008

banjir


Musim hujan hampir lewat, tapi siapa yang bisa meramal meski bulan April telah berlalu.
Ketika masih kelas 3 SD di tahun 1978, sang guru mengajarkan bahwa musim hujan terjadi di bulan September sampai April.
Tapi kini, hal itu tak berlaku lagi, karena trend perubahan iklim, pemanasan global, atau apalah namanya.
Yang jelas, para petani padi tak bisa berharap pada jadwal kunjungan sang awan pembawa uap air pada bulan yang diramalkan.
Begitu juga para petani bawang dan tembakau, harus siap-siap menanggung kerugian karena menanam bibitnya setelah musim yang diramalkan kemarau, namun tiba-tiba hujan deras mengguyur deras, yang membuat sang bibit busuk akar, dan pestisida terbawa air.
Musim memang tak bisa diramal, bahkan tak seperti jamannya TVRI, televisi kini mulai jarang menayangkan kemampuan sang juru ramal cuaca BMG, karena seringnya meleset dari perkiraan.
Banjir sebagai momok ketika musim hujan, kini semakin merajalela, karena hutan penahan air hujan tereduksi dimana-mana.
Tanah lapang, kebun dan sawah yang semula membantu penyerapan air, beralih fungsi menjadi tanah kapling, perumahan, real estate maupun bangunan industri.
Sementara saluran peninggalan jaman belanda sudah tak mampu menampung luapan air.
Ah.. banjir...., terima aja.
Kalau perlu bikin bangunan tinggi, siap-siap punya perahu karet kalau perlu.
Entah siapa yang salah.

1 comments:

pyuriko said...

banjir dimana2.... :(