Makan untuk hidup atau hidup untuk makan.
atau lebih tepatnya
Makan adalah kebutuhan hidup, alias kalau mau hidup kita harus makan.
Kalau orang dewasa bisa merasakan hal itu, tapi sebaliknya bagi anak-anak, makan adalah kewajiban atau kadang kala menjadi semacam siksaan.
Berbagai cara sudah ditempuh, mulai membuat variasi menu atau memberikan suplai suplemen penambah nafsu makan, kalau hal itu sudah tak mampu terpaksa makanan tambahan sebagai pengganti nutrisi harus disediakan, baik berupa susu formula sampai vitamin yang ternyata cukup banyak memakan biaya.
Selain berbagai macam cara yang telah ditempuh diatas, ternyata makan diluar (betul-betul diluar rumah) menjadi salah satu alternatif untuk lebih
meningkatkan nafsu makan.
Rasa mungkin bukan menjadi pilihan, tetapi suasana dan keanekaragaman menu bisa menjadi faktor penunjang.
Di kaki lima selatan alun-alun menjadi favorit karena menu yang tersedia sangat beragam mulai dari Siomay Bandung, Mie Ayam Jakarta, Tahu Campur Lamongan, Sate Madura, Gado-gado, Tahu Tek, Bakso Solo dan sebagainya.
Pernah juga makan di pusat jajan "len-jelenan", yang maunya pemkot Probolinggo meniru Kia-kia yang ada di kawasan Kembang Jepun Surabaya.
Harapannya dengan membuat pusat jajanan yang tertata rapi, jl Niaga yang dulu kumuh, tak teratur menjadi tertata, indah dengan hiasan lampu warna-warni.
Namun konsumen lah yang menentukan, karena dari hari ke hari pengunjung semakin sepi, dan ujung-ujung banyak penjual yang memilih untuk gulung tenda.
Harga yang lebih mahal, rasa yang kurang pas di lidah, atau macam makanan yang tersaji, sampai tak adanya arena pendukung semisal, tempat hiburan, taman bermain, atau lainnya seperti yang ada di Alun-alun, sepertinya menjadi alasan kenapa ruas jalan yang tak sampai 300 meter itu semakin sepi saja.
Selain pilihan umum tersebut diatas, makan di atas warung terapung ternyata menjadi idola anak-anak.
Mungkin kalau di kota besar khususnya Bandung, warung terapung atau lebih sering disebut
Saung, banyak terdapat. Tapi di Probolinggo hal seperti rasanya baru ada satu, dan diberi nama warung makan Haji Jaman, milik seorang pengusaha mebel yang sukses, karena memiliki tanah yang cukup luas berkapling-kapling lahan sisa yang belum laku digunakannya untuk membuat warung.
Tentu saja, suasana berbeda menjadi daya tarik pengunjung, dan tentu saja menjadi harapan kami agar anak-anak nafsu makannya lebih meningkat.
Alhasil, upaya tersebut lebih mendekati harapan, sekalipun kocek harus di kuras agak lebih dalam, namun melihat anak-anak makan begitu lahap menjadi hiburan tersendiri.
Dan setelah acara makan selesai, sisa makanan yang adapun tak mubadzir, karena ikan gurame seukuran telapak tangan orang dewasa sudah menunggu untuk menyantapnya dikolam yang berada dibawah warung makan.
Mumpung baru saja gajian, anak-anak kenyang, sekaligus sebagai rekreasi bulanan.
Alhamdulillah, semoga rizki yang diberikan Allah selalu memberikan manfaat bagi kami semua.
Amien.